Setahun, Stasiun Radio di Perbatasan Dibiarkan Mangkrak
Muchlis, Sekertaris Kecamatan Sebatik Utara yang juga penanggung jawab keberadaan radio bantuan Menkominfo mengatakan, sejak diserahterimakan, radio bantuan tersebut hanya mengudara selama dua bulan.
“Di awal pemasangan pertama itu sudah kami fungsikan. Cuma di sini kami bisanya hanya mengoperasikan. Barang seperti ini kan agak sensitif. Kami tidak ada maintenance-nya di sini. Sejak 2013 sudah rusak, tidak bisa melempar (memancarkan)," jelas Muchlis.
Sejak diserahterimakan oleh Menkominfo, keberadaan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi permasalahan tersendiri bagi pengelola radio perbatasan, karena Kemnkominfo tidak menyiapkannya.
Selain masalah SDM, ketiadaan dukungan dana operasional juga menjadi permasalahan pelik bagi keberlangsungan stasiun radio perbatasan. “Kami bermohon kepada Dishub supaya kami diberi surat edaran sebagai dasar supaya kami bisa beroperasi. Kami bisa berkreasi, katakanlah pelan-pelan kami komersialkan supaya ada biaya operasionalnya gitu. Dana bantuan operasional dari Menkominfo tidak ada, sementara untuk menghidupkan radio itu juga butuh listrik. Darimana kami menutup biaya operasional?” tanya Muchlis.
Kecamatan Sebatik Utara sempat memanfaatkan radio bantuan Menkominfo untuk menyiarkan program pemerintah. “Kami menyampaikan informasi penting ke masyarakat sebelum kami sampaikan melalui persuratan. Seperti di kantor kami ada penyampaian yang harus disampaikan ke kemasyarakat sebelum kami datang ke sana. Namun kita tidak tahu pasti apakah pada saat kita operasikan, mereka pada monitoring," katanya.
Dia meminta pemerintah serius untuk menghadirkan stasiun radio yang mampu memberikan informasi dan hiburan bagi warga di wilayah perbatasan di tengah gempuran siaran radio dari Negara Malaysia yang lebih siap baik infrstruktur maupun SDM-nya. Saat ini, radio Malaysia masih menguasai siaran di wilayah perbatasan Sebatik.
Sumber : TribunNews