Warga Sebatik: Kami Lebih Mudah Akses ke Malaysia
SEBATIK, — Situasi politik antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia soal perbatasan Ambalat memanas. Namun, kondisi warga di Desa Pancang, Kecamatan Sebatik, Kalimantan Timur, yang berbatasan dengan Malaysia justru tenteram.
Hal ini dirasakan Iskandar, Kasubag Pemberitaan Humas Pemkot Bontang, yang baru saja melakukan lawatan keluarga ke Desa Pancang, yang berjarak kurang lebih 25 kilometer dari Tawau, Malaysia. Sebatik merupakan sebuah pulau paling utara di Kalimantan Timur. Pulau ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian utara milik Malaysia, sedangkan bagian selatan masuk wilayah Indonesia.
"Kebetulan sepupu saya menikah beberapa hari lalu. Awalnya saya membayangkan bagaimana situasi pernikahan sepupu saya di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia yang sedang bersitegang soal Ambalat. Setiba saya di sana, ternyata sangat aman. Bahkan, keluarga saya sebagian baru tahu situasi Indonesia-Malaysia sedang memanas," katanya saat ditemui, Rabu (10/6).
Iskandar menjelaskan, untuk menuju ke Tawau, warga setempat menggunakan kapal kayu bermesin tempel berkapasitas 40 PK. Dari Desa Pancang ke Tawau hanya 15 menit melalui Sungai Pancang yang membelah Malaysia dan Indonesia.
Iskandar menambahkan, untuk sampai di Desa Pancang, bersama istri dan anaknya menggunakan pesawat dari Balikpapan ke Tarakan sekitar 50 menit. Dari Tarakan sekitar tiga jam menuju Desa Pancang, Pulau Sebatik.
Iskandar kemudian menghubungkan wartawan Tribun Kaltim ke salah satu pamannya yang telah berpuluh tahun tinggal di Desa Pancang, Pulau Sebatik, dan menjadi salah satu staf di Kecamatan Sebatik. Namanya Muhammad Ali. Ali menjelaskan, aktivitas warga Desa Panncang tidak terganggu memanasnya situasi di Ambalat.
Ali mengatakan, selama ini 90 persen kebutuhan masyarakat Desa Pancang dibeli dari Tawau, Malaysia. Tak heran, setiap hari banyak warga Pancang menyeberang ke Malaysia. Apa saja yang mereka beli di Tawau? Ternyata bukan hanya kebutuhan sandang dan papan yang dibeli warga Pancang. Kebutuhan pangan pun dibeli dari Tawau karena akses barang melalui Indonesia sangat sulit sampai ke desa mereka.
"Biasanya yang dibeli masyarakat yakni ikan dan lain-lain. Juga gula dari Malaysia. Gula lebih banyak dan kualitasnya lebih bagus," ujarnya.
Ia menjelaskan, untuk menyeberang ke Malaysia tidaklah sulit. Cukup membuat Pas Lintas Batas (PLB) yang berlaku selama setahun. Namun, setiap kali digunakan menyeberang harus mendapat persetujuan berupa stempel di Imigrasi Indonesia di Kecamatan dan setiba di Malaysia juga harus mendapat stempel dari Malaysia.
Selain membeli kebutuhan pokok di Malaysia, sejumlah warga Desa Pancang juga kebanyakan menjadi tenaga kerja di Malaysia. "Ada yang kerja di kilang, kelapa sawit, plywood, dan pembantu rumah tangga," katanya. Setiap hari libur, warga yang bekerja di Malaysia itu menyempatkan diri untuk kembali ke Desa Pancang menengok keluarga mereka.
Ditanya soal konsentrasi pasukan TNI di Desa Pancang, Ali mengaku, secara umum patroli TNI di perbatasan masih dalam jumlah yang normal seperti hari-hari sebelumnya. "Kalau dilihat tidak ada penambahan, masih sama patroli seperti hari-hari biasa," katanya. (*)
* Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Basir Daud
Sumber : lipsus.kompas.com
Hal ini dirasakan Iskandar, Kasubag Pemberitaan Humas Pemkot Bontang, yang baru saja melakukan lawatan keluarga ke Desa Pancang, yang berjarak kurang lebih 25 kilometer dari Tawau, Malaysia. Sebatik merupakan sebuah pulau paling utara di Kalimantan Timur. Pulau ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian utara milik Malaysia, sedangkan bagian selatan masuk wilayah Indonesia.
"Kebetulan sepupu saya menikah beberapa hari lalu. Awalnya saya membayangkan bagaimana situasi pernikahan sepupu saya di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia yang sedang bersitegang soal Ambalat. Setiba saya di sana, ternyata sangat aman. Bahkan, keluarga saya sebagian baru tahu situasi Indonesia-Malaysia sedang memanas," katanya saat ditemui, Rabu (10/6).
Iskandar menjelaskan, untuk menuju ke Tawau, warga setempat menggunakan kapal kayu bermesin tempel berkapasitas 40 PK. Dari Desa Pancang ke Tawau hanya 15 menit melalui Sungai Pancang yang membelah Malaysia dan Indonesia.
Iskandar menambahkan, untuk sampai di Desa Pancang, bersama istri dan anaknya menggunakan pesawat dari Balikpapan ke Tarakan sekitar 50 menit. Dari Tarakan sekitar tiga jam menuju Desa Pancang, Pulau Sebatik.
Iskandar kemudian menghubungkan wartawan Tribun Kaltim ke salah satu pamannya yang telah berpuluh tahun tinggal di Desa Pancang, Pulau Sebatik, dan menjadi salah satu staf di Kecamatan Sebatik. Namanya Muhammad Ali. Ali menjelaskan, aktivitas warga Desa Panncang tidak terganggu memanasnya situasi di Ambalat.
Ali mengatakan, selama ini 90 persen kebutuhan masyarakat Desa Pancang dibeli dari Tawau, Malaysia. Tak heran, setiap hari banyak warga Pancang menyeberang ke Malaysia. Apa saja yang mereka beli di Tawau? Ternyata bukan hanya kebutuhan sandang dan papan yang dibeli warga Pancang. Kebutuhan pangan pun dibeli dari Tawau karena akses barang melalui Indonesia sangat sulit sampai ke desa mereka.
"Biasanya yang dibeli masyarakat yakni ikan dan lain-lain. Juga gula dari Malaysia. Gula lebih banyak dan kualitasnya lebih bagus," ujarnya.
Ia menjelaskan, untuk menyeberang ke Malaysia tidaklah sulit. Cukup membuat Pas Lintas Batas (PLB) yang berlaku selama setahun. Namun, setiap kali digunakan menyeberang harus mendapat persetujuan berupa stempel di Imigrasi Indonesia di Kecamatan dan setiba di Malaysia juga harus mendapat stempel dari Malaysia.
Selain membeli kebutuhan pokok di Malaysia, sejumlah warga Desa Pancang juga kebanyakan menjadi tenaga kerja di Malaysia. "Ada yang kerja di kilang, kelapa sawit, plywood, dan pembantu rumah tangga," katanya. Setiap hari libur, warga yang bekerja di Malaysia itu menyempatkan diri untuk kembali ke Desa Pancang menengok keluarga mereka.
Ditanya soal konsentrasi pasukan TNI di Desa Pancang, Ali mengaku, secara umum patroli TNI di perbatasan masih dalam jumlah yang normal seperti hari-hari sebelumnya. "Kalau dilihat tidak ada penambahan, masih sama patroli seperti hari-hari biasa," katanya. (*)
* Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Basir Daud
Sumber : lipsus.kompas.com