Penelusuran Warisan Sejarah Berusia Lebih 50 Tahun di Nunukan

Penelusuran Warisan Sejarah Berusia Lebih 50 Tahun di Nunukan

Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Nunukan, Kalimantan Utara, mendampingi Petugas Balai Situs Cagar Budaya Kalimantan untuk melakukan penelusuran, penelitian dan penggalian sejarah bagi situs maupun bangunan bersejarah yang berusia diatas 50 tahun di perbatasan RI-Malaysia.

KEGIATAN yang dilakukan sejak awal Desember tersebut, menyusuri Pulau Sebatik, sampai di wilayah pedalaman Nunukan, di Kecamatan Lumbis Hulu.

Kepala Disbudporapar Nunukan, Junaedi, menuturkan, ada sejumlah bangunan maupun situs peninggalan budaya yang akan diusulkan sebagai warisan sejarah di Nunukan. “Selama ini, situs yang diakui Negara baru monument tugu Dwikora. Kita mencoba menunjukkan bahwa Nunukan memiliki peninggalan budaya dan sejarah lain yang juga perlu dikenal luas masyarakat, khususnya generasi muda di perbatasan RI-Malaysia,” ujarnya kepada Radar Tarakan, Jumat (23/12).

Penelusuran dimulai di Pulau Sebatik, selain berkunjung ke sejumlah patok batas negara di Sei Pancang, Tim melakukan tatap muka dengan keturunan tokoh yang paling berpengaruh di Pulau Sebatik, Haji Beddu Rahim.

Dari semua keturunan H. Beddu Rahim, hanya tinggal anaknya H. Muhammad Arsyad yang masih hidup dan sudah usia cukup sepuh. Ia menempati rumah peninggalan orang tuanya, yang dibangun pada 1967 silam. Bangunan ini pun menjadi bangunan tertua di pulau yang berbatasan langsung dengan Malaysia ini.

Tidak banyak informasi yang bisa digali dari keturunan H. Beddu Rahim, ingatannya memudar dan butuh usaha ekstra untuk penggalian sejarah. “Kita juga kunjungi bangunan tak kalah bersejarah, yaitu Kantor Kecamatan Penghubung Sei Pancang. Bangunan tersebut, merupakan cikal bakal terjadinya pemekaran lima kecamatan Sebatik saat ini. Sejak direnovasi 1992, belum pernah ada lagi sentuhan pembangunan di bangunan yang memiliki sejarah dan kenangan di pulau terluar tersebut,” lanjutnya.

Dari Pulau Sebatik, tim melanjutkan ekspedisi ke daerah pedalaman di Kecamatan Sembakung. Di Desa Atap, tim mengunjungi makam yang diyakini sebagai pusara dari tokoh penyebar agama Islam pertama di wilayah tersebut.

Makam serupa, juga dijumpai di Mansalong Kecamatan Lumbis. Dari informasi sejumlah tokoh masyarakat, penyebaran agama Islam disana, dilakukan sekitar tahun 1911. “Ada dua makam yang diyakini sebagai makam orang pertama penyebar agama Islam di lokasi tersebut. Kita butuh menggali sejarahnya, bagaimana kisahnya sampai silsilah keluarga dari penghuni makam. Kalau dari info yang kita peroleh, kedua makam tersebut merupakan makam guru dan murid,” lanjut Junaedi.

Ekspedisi, berlanjut ke Kecamatan Lumbis Hulu. Tim mendapati adanya bangunan yang dibangun tahun 1921, dimana saat itu, Indonesia masih dijajah Belanda.

Tim menemukan adanya tiang Kandila dan patung buaya yang lama terkubur dan  ditumbuhi rerumputan.

Junaedi mengatakan, warga setempat tidak berani menggali tanah yang mengubur patung buaya karena takut ada hal tidak diinginkan. “Kita berharap ada penggalian tim ahli untuk patung buaya disana. kita takut terjadi kerusakan atau hal yang mengurangi nilai history patung tersebut kalau kita lakukan penggalian asal asalan,” kata Junaedi lagi.

Masih di kecamatan yang sama, di Kecamatan Lumbis Hulu, tim melakukan perjalanan panjang dengan perahu dan menyusuri hutan untuk menemukan makam batu dengan tinggi sekitar 3 meter di dalam hutan.

Masyarakat setempat, meyakini makam tersebut adalah peninggalan leluhur dan harus dijaga. “Jadi temuan dari penelusuran kita ini akan coba kita daftarkan ke cagar budaya. Semoga bisa menambah panjang daftar warisan sejarah di Nunukan,” beber Junaedi. (raw/lim)

Editor : Azwar Halim

Sumber Website : https://radartarakan.jawapos.com/daerah/nunukan/24/12/2022/penelusuran-warisan-sejarah-berusia-lebih-50-tahun-di-nunukan/

Ardiz
Ardiz