Ke Pulau Sebatik Pasca Ketegangan Indonesia-Malaysia (2)

Ke Pulau Sebatik Pasca Ketegangan Indonesia-Malaysia (2)
Buka Warung di Malaysia, Kulakan Barang di Indonesia

Penduduk berdarah Indonesia yang menempati Kampung Sungai Melayu Malaysia, terpaksa harus mengibarkan bendera Malaysia. Foto : Thomas Kukuh/Jawa Pos

Batas wilayah Indonesia-Malaysia di Pulau Sebatik, Kalimantan Timur (Kaltim), ternyata hanya ditandai dengan patok-patok semen. Pulau kecil itu terbagi dua. Sisi selatan milik Indonesia, sisi utara punya Malaysia. Anehnya, banyak warga Indonesia yang lebih suka tinggal di tanah Malaysia.
----------------------------------------------------------
THOMAS KUKUH, Sebatik
====================

SEBUAH motor bernopol KT 3148 SB diparkir di rumah kayu bercat kuning, yang di terasnya berkibar Jalur Gemilang, bendera kebangsaan Malaysia. Motor berpelat nomor wilayah Kaltim itu milik Hayati Lanabe, warga Indonesia yang menyewa tanah di Kampung Sungai Melayu, Tawau, untuk tempat tinggal. Kampung tersebut hanya berjarak beberapa meter dari Desa Aji Kuning, Kecamatan Sebatik Barat, Indonesia.

Hampir setiap rumah di kampung itu wajib mengibarkan bendera kebangsaan. Bendera tersebut menjadi identitas kewilayahan. Yang menarik, kebanyakan warga yang menempati rumah-rumah di kampung itu adalah orang Indonesia. "Kebanyakan yang tinggal di kampung ini memang orang Indonesia," papar Hayati, yang membuka warung sembako di depan rumahnya.

Dia menjelaskan, lebih dari 50 warga Indonesia tinggal di Kampung Sungai Melayu. Kampung itu berdiri pada 1960-an, tapi baru sejak 1990-an ramai. Karena itu, pemerintah Malaysia menertibkannya dengan halus. Warga tidak diusir, tapi justru diberi kemudahan untuk tinggal di tanah negeri jiran tersebut.

Misalnya, untuk sewa tanah di kampung itu, Malaysia mengenakan harga yang sangat murah. Warga hanya diminta membayar RM 100 atau sekitar Rp 280 ribu untuk ukuran tanah 9 x 17 meter. Biaya tersebut hanya dibayar sekali. Setelah itu, penyewa tidak ditarik biaya lagi, baik bulanan maupun tahunan. "Namun, bila sewaktu-waktu diminta pindah, ya harus mau," tutur Husman bin Jamal, warga lain.

Lantaran harga yang murah itu, banyak warga Indonesia di Pulau Sebatik yang lebih senang menyewa tanah di kampung sebelah, yang notabene sudah masuk wilayah Malaysia. "Harga tanah Sebatik dengan ukuran yang sama di Sungai Melayu bisa Rp 10 juta lebih. Bagaimana kami bisa membeli" Lebih baik kami menyewa di sini, yang harganya sangat murah," lanjut Husman.

Mereka menuturkan sangat terbantu oleh kebijakan pemerintah Malaysia itu. Sebab, dengan harga sewa lahan yang murah, warga sudah bisa mendirikan tempat tinggal. Bentuk rumah penduduk Kampung Sungai Melayu tidak jauh berberda dengan tempat tinggal masyarakat Sebatik. Yakni, rumah panggung yang menyerupai rumah khas Bugis. Rumah-rumah itu berada di pinggir laut. "Kami memang keturunan Bugis," papar Husman.

Memang sebagian di antara sejumlah perkampungan Malaysia di Pulau Sebatik dihuni orang-orang Indonesia. Selain Kampung Sungai Melayu, ada Kampung Begusong yang terletak di sebelah utara. Menurut Husman, hidup warga di kampung sebelah utara tidak berbeda jauh dengan penduduk di wilayah tinggalnya.

Sedangkan kampung yang sebagian besar warganya asli Malaysia adalah Wallace Bay. "Perkampungan di sana lebih bagus. Sebab, rata-rata warganya bekerja di Tawau," ucapnya.

Lantaran menempati wilayah Malaysia, warga Indonesia yang tinggal di Kampung Sungai Melayu harus mengikuti aturan yang berlaku di negara itu. Misalnya, warga harus mengibarkan bendera Jalur Gemilang. Warga tidak boleh mengibarkan bendera Merah Putih. Bahkan, pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Malaysia, 31 Agustus, seluruh warga harus mendekor kampung dengan hiasan dan bendera Malaysia."

Tapi, untuk beraktivitas, warga Kampung Sungai Melayu bebas keluar masuk wilayah Indonesia-Malaysia. Hayati, misalnya. Untuk membeli keperluan warung, dia biasa berbelanja di Desa Sungai Nyamuk di wilayah Indonesia. Selain menyeberang antarwilayah, Hayati kulakan di Tawau. "Selama ini, tidak pernah bermasalah untuk keluar masuk Indonesia maupun Malaysia," tutur Hayati.

Sebenarnya, menurut Husman maupun Hayati, hati mereka tetap cinta kepada tanah air Indonesia. Tapi, karena faktor ketiadaan secara ekonomi, mereka terpaksa tinggal di tanah Malaysia, yang harga sewa seumur hidupnya sangat murah jika dibandingkan dengan lahan di Indonesia.  "Itu soal perut. Kami orang tak mampu," papar dia.

Saat ditanya apakah punya identity card (IC) Malaysia (semacam KTP di Indonesia), mereka menjawab tidak punya. Tapi, menurut penduduk Desa Sungai Nyamuk yang sering berhubungan dengan penduduk Kampung Sungai Melayu, sebenarnya banyak warga yang mengantongi IC Malaysia. "Saya pernah ditunjuki IC. Mungkin mereka merasa malu saja sehingga mengaku tidak punya," ucap Aswi,
warga Desa Sungai Nyamuk. "Tidak mungkin ada warga yang tidak punya IC tapi bisa bertempat tinggal di wilayah Malaysia," tambahnya."

Masyarakat Kampung Sungai Melayu rata-rata berkerja sebagai nelayan serta bertani dan berkebun. Warga mengaku mendapatkan banyak bantuan dari pemerintah Malaysia. "Kami dapat pupuk murah. Harganya separo lebih murah jika dibandingkan dengan harga di pasar," ungkap Husman.

Kampung Sungai Melayu menghasilkan banyak kelapa dan beras. Hasil pertanian dan perkebunan itu tidak boleh dijual ke luar Malaysia. Mereka harus menjual ke pasar-pasar di Tawau.

Nah, saat hubungan Indonesia dengan Malaysia kembali memanas belakangan ini, sebagian warga Kampung Sungai Melayu khawatir. Mereka menyatakan bingung akan pergi ke mana jika terjadi perang di antara dua negara itu, apakah memilih Indonesia atau Malaysia. "Dalam hati, kami sebenarnya masih orang Indonesia. Tapi, kami harus mengisi perut di sini (Malaysia, Red)," ucap Husman.

Mulai lunturnya nasionalisme pada sebagian warga Indonesia yang tinggal di Malaysia itu sangat disayangkan oleh tokoh masyarakat Pulau Sebatik H Herman Baco. Menurut dia, hal semacam itu tidak perlu terjadi jika pemerintah Indonesia benar-benar memperhatikan kondisi di wilayah perbatasan.

"Pemerintah harus lebih memperhatikan wilayah-wilayah perbatasan bila tidak ingin kehilangan warga maupun wilayah," tutur pengusaha tersebut.

Herman menyadari kondisi itu sehingga terus berupaya mengantisipasi lunturnya nasionalisme warga Sebatik dengan mengembangkan ekonomi Desa Sungai Nyamuk. Dia memiliki sebuah supermarket dan 57 ruko yang disewakan dengan biaya murah bagi warga Sebatik. Dia juga mempekerjakan sekitar 70 mantan TKI untuk mengelola 500 hektare kebun kelapa sawitnya. "Keyakinan saya, ekonomi yang baik di sini bisa mencegah warga yang ingin menyeberang ke negara tetangga," ucapnya.

Selain itu, berkat sumbangan dia, kini terpasang bendera Merah Putih kecil pada dada kanan seluruh seragam sekolah siswa di Pulau Sebatik. "Itu biar mereka merasa memiliki Indonesia sejak kecil," ucapnya.

Setiap perayaan HUT RI, penduduk Pulau Sebatik juga menghelat berbagai kegiatan secara besar-besaran. Tentu saja kemeriahan tersebut tidak bisa dirasakan oleh warga Indonesia yang menetap di wilayah Malaysia."

Sementara itu, warga Kampung Sungai Melayu yakin bahwa hubungan Indonesia dengan Malaysia tetap baik-baik saja. Keyakinan sama dikatakan oleh seorang anggota Marine Police Malaysia (polisi perairan Malaysia) yang bertugas menjaga perairan Sungai Melayu dan sekitarnya. Polisi yang enggan disebutkan namanya itu mengatakan, kondisi wilayah perbatasan Sebatik dan Tawau hingga saat ini masih baik-baik saja.

"Kite (kita, Red) bersahabat," ucapnya sambil menyalamkan dua tangannya untuk menandakan persahabatan antara dua negara tersebut.

Dia pun berkomentar tentang pembakaran bendera Malaysia dan pelemparan kotoran ke gedung Kedubes Malaysia di Jakarta beberapa waktu lalu. "Ada yang sokong (menyuruh, Red) mereka (para pendemo di Jakarta yang membakar bendera Malaysia, Red). Tak ada guna berperang," papar dia.

Polisi yang saat itu mengenakan seragam doreng biru tersebut berharap hubungan ibu kota dua negara itu semakin baik. Menurut dia, tidak ada gunanya berperang. "Masak orang Islam saling bunuh" Perkuat saja ekonomi. Tak ada gunanya berperang," tegas dia. (bersambung/c11/ari)

Sumber : JPNN.com

Sebatik Terkait

DOB Kota Sebatik