Pulau Sebatik Pasca Ketegangan Indonesia Malaysia (1)

Pulau Sebatik Pasca Ketegangan Indonesia Malaysia (1)
WNI dan Warga Malaysia Longgar Masuk ke Perbatasan saat Lebaran

Bagaimana masyarakat di perbatasan wilayah Indonesia-Malaysia menyikapi ketegangan yang terjadi antara kedua negara akhir-akhir ini? Berikut laporan wartawan Jawa Pos THOMAS KUKUH yang berlebaran di Pulau Sebatik, Kaltim, dan Kota Tawau, Sabah, Malaysia, 9-14 September lalu.
--------------------------------------------------------------------

SEPERTI halnya di kawasan lain, pada saat Lebaran, Pelabuhan Sungai Nyamuk, Pulau Sebatik, juga mengalami peningkatan aktivitas penyeberangan. Terutama untuk trayek ke Kota Tawau, Sabah, Malaysia, dan sebaliknya.

Bila pada hari biasa, waktu penyeberangan tidak menentu "bergantung penumpang, pada hari-hari Lebaran kemarin intensitasnya meningkat tajam. Hampir setiap sepuluh menit speed boat  datang dan pergi. Kapal bermotor kecil itu selalu penuh dengan penumpang plus barang bawaannya.

Di pelabuhan mungil yang hanya terbuat dari kayu itu, satu per satu penumpang harus naik-turun tangga dermaga. Orang mesti super hati-hati. Sebab, banyak kayu-kayunya sudah banyak yang rapuh dan setiap waktu bisa mengancam orang yang menginjaknya. Begitu naik ke daratan, sejumlah tukang ojek siap mengantar warga yang akan pulang kampong atau ke rumah famili.  "Lebaran pasti ramai. Banyak orang Tawau datang kemari," ucap Aris, salah seorang tukang ojek di pelabuhan itu.

Pulau Sebatik berada di wilayah Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Pulau dengan luas sekitar 247,47 km persegi itu berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia. Yakni Kota Tawau, yang berada di negara bagian Sabah, Malaysia. Perjalanan laut dari Tawau ke Pulau Sebatik dan sebaliknya, dapat ditempuh dalam waktu 15 menit menggunakan speed boat. Kedua wilayah itu dibatasi oleh Laut Sebatik.

Nah, pada hari-hari Lebaran kemarin yang banyak berdatangan adalah warga Pulau Sebatik yang sehari-hari mencari nafkah di Tawau. Bahkan tidak sedikit yang sudah menjadi warga negara Malaysia. Mereka pulang kampung halaman untuk bersilaturahmi dan merayakan Lebaran dengan keluarga dan sanak saudara. "Orang tua saya di sini (Pulau Sebatik)," ujar Sudirman Malik, warga negara Malaysia.

Pria 27 tahun itu memang lahir di Malaysia. Tapi, kedua orang tuanya warga Indonesia dan tinggal di Pulau Sebatik. Orang tua Sudirman bersuku Bugis. "Sebulan sekali awak kemari lah," ucap Sudirman dengan logat Melayu yang kental.

Selain kalangan muda, banyak juga orang-orang berusia lanjut yang berdatangan ke Pulau Sebatik. Pada umumnya mereka ingin  nyekar (berziarah) di makam nenek moyang yang tersebar di Pulau Sebatik. Haji Taulan, misalnya. Warga Malaysia berusia 73 tahun itu menyeberang ke Pulau Sebatik pada hari pertama Lebaran untuk berziarah di makam orang tuanya di kampung Sungai Nyamuk.

Sekitar pukul 09.00 WITA (Waktu Indonesia Bagian Tengah) warga Kampung Titingan, Tawau, itu tiba di Pulau Sebatik untuk melaksanakan ritual tahunan di setiap Lebaran. "Saya lahir di sini. Dulu di sini banyak nyamuk. Maka, kemudian desa ini dinamakan  Sungai Nyamuk. Tapi, sekarang keluarga saya tinggal di Tawau," ucap Taulan.

Kegiatan kedatangan dan keberangkatan orang-orang yang menyebrang dari Tawau-Pulau Sebatik atau sebaliknya, saat itu memang tidak tercatat di pos imigrasi yang ada dipelabuhan. Berdasarkan aturan, seharusnya penduduk asli Pulau Sebatik maupun warga Tawau yang datang harus menunjukkan Pas Lintas Batas (PLB) di Pos Imigrasi Desa Pancang atau di Pos Imigrasi yang ada di Pelabuhan Sungai Nyamuk.

Namun Pos Imigrasi Sungai Nyamuk yang berukuran sekitar 2x3 meter saat itu tutup. Tak ada satu petugas pun yang berjaga di sana. Menurut warga, setiap perayaan Hari Raya Idul Fitri kegiatan keimigrasian memang tutup. Jadi kedatangan dan keberangkatan jadi lebih longgar. Warga Malaysia seakan bebas datang ke wilayah itu tanpa mendapatkan cap izin masuk wilayah Indonesia. "Di sana juga tutup (kantor imigrasi Tawau)," ucap Aswi Sulo sopir speed boat dengan rute Pulau Sebatik-Tawau.

Menurut Aswi, pengawasan kedatangan orang-orang asing ke Pulau Sebatik memang lebih longgar dibandingkan dengan pengawasan kedatangan orang asing ke Tawau. Namun, menurutnya, saat lebaran, pengawasan di Tawau pun cukup longgar. Dia mengatakan, seperti di Indonesia, kantor imigrasi Tawau juga libur saat lebaran. "Tapi marine (Marine Police Malaysia, Polisi Perarian) yang selalu jaga di sana," imbuhnya.

Tapi bukan berarti orang warga luar Malaysia yang tidak memiliki izin lengkap tidak bisa menyeberang ke sana. Jawa Pos pun merasakan kelonggaran itu. Saat tidak mengantongi izin lengkap, Jawa Pos mencoba memasuki wilayah Malaysia itu. "Semuanya bisa diatur," kata salah seorang warga yang biasa menyeberang. Sebut saja namanya Rizal. Dia pun bersedia membantu penyebrangan itu sambil tersenyum.

Rizal mengaku mengenal baik sebagian besar Marinee yang bertugas di Tawau. Sebagai pelicin, dia lalu menyiapkan satu slop rokok kretek buatan Indonesia untuk diberikan kepada pertugas yang bertugas di sana. Semuanya berjalan dengan lancar. "Awak mau antar keluarga sebentar ke Tanjung Batu Laut (sebuah desa di wilayah Tawau)," ucap Rizal kepada empat Marinee yang bertugas di atas kapal motor kecil bertuliskan Polis di lambungnya. Tanpa melakukan pemeriksaan lebih lanjut, para petugas yang hanya duduk di dalam kapal itu langsung mempersilakan Rizal.

Sebenarnya, katanya Rizal, meskipun tidak melapor ke Marine tidak ada masalah. Itu hanya sekedar antisipasi. Sebab, beberapa petugas hafal benar dengan warga-warga sebatik yang biasa keluar masuk Tawau. Namun jika ada orang asing atau orang orang luar Sebatik, maka biasanya akan diperiksa.

Kantor Imigresen (Imigrasi) Tawau yang letaknya tak jauh dari pelabuhan pun tutup. "Ini (kantor Imigresen) tempat cop (mendapat stempel izin masuk) kalau warga Sebatik datang," ucap Rizal.

Kelonggaran lintas batas saat lebaran memang diakui Petugas Pemeriksa Pendaratan Pos Imigrasi Sebatik Ferdinan Bidjang. Dia mengatakan kantor Imigrasi Indonesia dan Malaysia memang libur selama hari lebaran. Jadi warga negara dari dua negara itu sedikit bebas untuk melintas. "Tapi warga negara asli sana sangat sedikit yang ke sini," ucapnya. Saat lebaran ini, hanya sanak keluarga saja yang banyak berdatangan untuk mudik.

Sesuai aturan pemerintah, libur hari raya berakhir pada hari Senin (13/9). Jadi, seperti kantor pemerintah pada umumnya, Pos Imigrasi Sebatik juga akan beraktifitas kembali pada hari Selasa (14/9). "Sebenarnya aktifitas kami juga mengikuti sebelah (Imigresen Tawau)," ucap pria kelahiran Palu itu. Maksudnya, karena Imigresen Tawau juga menjalani libur lebaran, maka tidak ada aktifitas di Pos Imigrasi Sebatik."

Tapi Ferdinan mengakui bahwa sebanarnya ada beberapa orang warga yang nekat berkunjung ke Tawau tanpa membawa Pas Lintas Batas. "Tapi resiko ditanggung "penumpang"," ucapnya lantas tersenyum. Jadi memang lebih aman, jika warga tidak menyeberang tanpa menggunakan izin yang berlaku.

Lebih lanjut pria 32 tahun ini menerangkan lebih lanjut tentang PLB. Itu adalah izin yang harus dikantongi warga Sebatik atau warga Kabupaten Nunukan umumnya untuk melintas ke Tawau. Penggunaan PLB di Pulau Sebatik berdasarkan Pemufakatan Dasar Lintas Batas RI dan Malaysia yang ditandatangangi kedua belah pihak pada 12 Mei 1984 di Medan.

Ferdinan pun menunjukkan sebuah buku merah yang besarnya sama dengan paspor itu. Buku itu pun bergambar lambang Indonesia burung garuda. Menurut Ferdinan, memiliki PLB adalah syarat bagi warga perbatasan untuk menyeberang ke negara tetangga terdekat. "Ini (PLB) hanya untuk warga Kabupaten Nunukan saja. Kerena ini kabupaten perbatasan. Warga kabupaten lain tidak bisa dapat ini," ucapnya.

Mekanisme untuk pengajuan izin pun tak jauh beda dengan paspor. Sebelum menyeberang ken agar tujuan, seseorang harus meminta stampel keberangkatan. Begitupun setelah sampai ditujuan, PLB warga pun juga diberi tanda sebagai izin masuk.

Sangat mudah untuk mendapatkan PLB bagi warga. Hanya dengan sarat KTP, kartu keluarga, akta kelahiran, ijazah dan surat nikah, penduduk bisa mendapatkannya. Biayanya pun cukup murah, hanya Rp 10 ribu per orang. "Orang diluar Kabupaten Nunukan tidak bisa dapat ini (PLB)," ucapnya.

Memang, bisa dikatakan warga Pulau Sebatik sangat bergantung dengan Tawau. Itu bisa dilihat berdasarkan jumlah orang yang terdaftar keluar menuju Tawau. Kata Ferdinan, rata-rata perhari pihaknya memberi izin kepada 50 warga untuk menyeberang ke Tawau. Kebanyakan mereka berbelanja untuk keperluan hidupnya. Selain itu banyak pula para pedagang yang membeli barang di Tawau untuk dijual kembali di Sebatik.

Tapi sebaliknya. Jumlah kedatangan warga Tawau ke Pulau Sebatik, sangat kecil. "Hanya lima orang dalam satu bulan," kata pria yang besar di Pasar Minggu Jakarta itu. Itu pun hanya untuk mengunjungi keluarganya.

Menurutnya walaupun angka kunjungan warga Malaysia ke Sebatik sangat sedikit, tidak menutup kemungkinan akan ada hal-hal yang tidak diinginkan bakal terjadi. Dia lalu menyoroti tentang banyaknya celah akses ke Pulau Sebatik. Sebab di Pulau Sebatik hanya ada dua Pos Imigrasi. Yakni di Desa Pancang dan Pelabuhan Sungai Nyamuk. Itu diperparah dengan petugas Imigrasi yang sangat sedikit. "Hanya ada dua pegawai Imigrasi di sini. Kami dibantu beberapa tenaga bantu saja," ucapnya.

Padahal ada beberapa dermaga kecil di beberapa desa yang bisa digunakan sebagai akses masuk ke Pulau Sebatik. Selain Dermaga Sungai Nyamuk dan Pancang, ada dermaga Bambangan, dan Mantikas. Belum lagi dermaga-dermaga nelayan yang hampir dimiliki setiap desa. Maka dari itu petugas imigrasi juga sangat mengandalkan perangkat desa dan masyarakat untuk mengawasi kedatangan orang-orang asing.

Hal senada juga dikatakan Kapolsek Sebatik Induk Iptu Bambang Susanto. Pihaknya sangat mengandalkan Forum Kemitraan Polisi Masyarakat untuk menjaga kamtibmas Pulau Sebatik dan datangnya ancaman dari pihak-pihak luar yang datang ke sini.

Bagaimana dengan kondisi Pulau Sebatik saat hubungan Indonesia Malaysia memanas? Bambang tertawa. Dia mengatakan, konflik itu tidak mengubah sedikitpun aktifitas dan kondisi keamanan warga Pulau sebatik. Menurutnya warga Sebatik tidak terlalu merisaukan permasalahan yang belakangan terjadi. Bahkan untuk aktifitas penyeberangan antar negara itu pun tidak mengalami permasalahan yang berarti.

Ketergantungan antara warga Sebatik dan Tawau dibenarkan oleh Tokoh Masyarakat Pulau Sebatik H Herman Baco. Dia mengatakan hampir semua hasil perkebunan Pulau Sebatik dikirim ke Tawau. Misalnya, cokelat, kelapa sawit, pisang hingga beras. Warga menjual hasil perkebuanannya ke Tawau lantaran biaya pengiriman ke Tarakan jauh lebih mahal, sulit dan membutuhkan waktu lebih lama. "Jadi Tawau sangat tergantung dengan kita," kata Herman.

Begitu pula sebaliknya. Warga Sebatik juga begitu tergantung Tawau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Misalnya, membeli barang-barang elektronik, tabung gas dan makanan kemasan lain sebagainya. Menurutnya harga di Tawau lebih murah dan bagus dibandingkan dengan membeli di Nunukan atau Tarakan.

Karenanya, saat kondisi Indonesia dan Malaysia memanas beberapa waktu lalu warga Sebatik dan Tawau menanggapi dengan enteng. Bahkan mereka tidak terlalu merisaukannya. "Bagaimana mau perang. Orang-orang di Tawau itu banyak yang keturunan Sebatik," ucap pria yang juga pengusaha perkebunan kelapa sawit itu. (*)

Sumber : JPNN.com

Sebatik Terkait

DOB Kota Sebatik